Senja ini dia masih termenung dibalik jendelanya, angannya
kembali ke masa saat senja dua minggu kebelakang. Semua tetap sama, tak ada
yang berbeda, taman itu, kursi itu, kucing itu juga hujan itu. Hujan yang telah
lancang mempertemukan gadis itu denganmu, sosok yang telah tertanam permanent
dalam benaknya. J
Saat itu, dalam senja yang hujan kau datang bersama kety
kucingmu berlari-lari kecil di taman depan rumahnya. Entah magnet seperti apa
yang membuatnya memandangmu, mungkin kegilaanmu. Bayangkan saja, kau dan
kucingmu membiarkan hujan itu menyerang kalian bertubi-tubi, dan apa responmu? Kau
tertawa bahagia. Dan kau tau efek keceriaanmu bagi dia? Seperti terhipnotis,
dia membeku. Kau mungkin menganggapnya hanya terkejut dengan kegiatanmu. Namun
apa mau dikata, kau hanyalah pria seperti yang lain yang kurang peka. Gadis itu,
yang diam dibalik jendela tiba-tiba saja hatinya bergetar, entah mengapa
senyummu mampu membuat debar jantungnya berdetak dua kali lebih cepat.
Dapatkah perasaan sedini ini dikatakan cinta?
“Bukan, ini bukan cinta” ungkap gadis itu memantapkan
hatinya dan langsung menutup jendela senja itu.
Namun, Tuhan berkehendak lain. Layaknya seseorang yang
kecanduan, setiap senja yang hujan gadis itu menanti datangnya pria itu, gusar
saat objek penyejuk hatinya telat atau bahkan tidak datang. Perasaan itu
membuatnya semakin hari semakin menjadi gila, dan kemarin saat hujan dan sosok
itu kembali datang, gadis itu tersenyum dan menyimpulkan “ya, ini cinta”.
Dan sekarang, di jendela yang sama, senja, hujan serta sosok
yang sama gadis itu berniat menampakkan sosoknya di depanmu, pria penyejuk hatinya.
Namun, hari ini kau telat datang, kau membuatnya cemas tak berujung. Tidak berhenti
disini saja ternyata kau membuatnya membeku, kau datang juga akhirnya, tetapi
senyum gembira itu berubah dengan senyum ikhlas saat dibelakangmu berdiri
seorang gadis cantik yang menggendong kety, dengan merdunya dia memanggilmu
sayang. Dan kau tahu? Gadis dibalik jendela tetap tersenyum, namun dari
mutiaranya hujan turun begitu derasnya. Dia harus merelakan cintanya tenggelam
di balik hujan, ada awan lain yang bisa menggapai mataharimu, dan dia tak marah
akan itu, karena baginya dengan menikmati pancaranmu saja dia sudah merasa
bahagia. Mulai dari sekarang dia akan ikut tersenyum menyaksikan kemesraan kamu
dengan awan itu saat hujan dan senja. J
Dalam
teras,
Rieska
Setyowati J
0 komentar:
Posting Komentar